Entry record from Usup (1986a): Proto-Gorontalo-Mongondow
*-bai
• woman.perempuan.
Note: Rekonstruksi PGM *-bai ditelusuri dengan memisahkan unsur-unsur yang dapat direkonstruksi dan yang tidak dapat direkonstruksi (sambil menggunakan tanda hubung). (1) PGM *-bai → PM *-bai, karena berasal dari Llk, Mdw bo-bai, dan Pak bo-wai. (2) Unsur-unsur yang dapat direkonstruksi di dalam kelompok Gtl menjadi PG *-ba(i) atau PG *-ba saja (karena *(i) berasal dari PBG dalam hal ini Bwl), sebagai hasil rekonstruksi dari Sww, Blg -ba, Kdp -bo, Btn -va (perubahan-perubahan vokalnya di dalam lingkungan sesudah /b- cocok dengan kaidah perubahan fonem atau vokal di kalangan bahasa-bahasa ini, sehingga wajar jika direkonstruksi dengan PG *-ba. (3) PG *-ba atau *-bai → PBG *-bua(i), masih belum dapat dijelaskan dengan tunttas, karena mengalami gejala epentetis dengan munculnya vokal -u- (vokal -i memang berasal dari PGM *-bai. Gtl taa-buua '(orang) perempuan', tampaknya dekat sekali dengan Blg buu-ba, karena Gtl sering mengalami hilangnya -b- di posisi tengah kata, mis. PG *bibigu → Gtl biihu 'bibir'. Karena Blg buu-ba telah direkonstruksi dengan PG *-ba, dengan sendirinya secara analogis, Gtl pun sudah termasuk di dalamnya. Mengenai Bwl taa-buai '(orang) perempuan', unsur buai juga mengalami proses hilangnya -b- (jadi sebelumnya **bu-bai, dengan contoh yang sama pada Gtl, PG *bibigu → Bwl biig(u) 'bibir', -b- → ø). Dengan munculnya unsur yang dapat direkonstruksi pada Bwl -bai (yang berasal dari perubahan Bwl **taa-bu-bai), maka rekonstruksi etimon PGM *-bai telah cocok dengan penjelasan ini. Sebagai tambahan, pada Kdp selain bi-bo 'perempuan', juga terdapat ba-bai 'nenek', yang turut memperkuat kecocokan rekonstruksi PGM *-bai.